Halaman

Rabu, 15 Mei 2013

Visualisasi Ludruk dalam Seni Rupa








surya, online, surabaya-kesenian ludruk lahir dari sebuah kesenian teater rakyat yang dipelopori seniman bernama santik dari jombang pada 1907.
dulu tema yang diangkat berupa cerita lucu yang diiringi musik gamelan, dengan tokoh utama seorang pria berpenampilan sebagai perempuan dan memakai rias wajah loreng-loreng.
sehingga kesenian ini dikenal juga dengan sebutan wong lorek.
hingga pada 1960, kesenian ini berkembang menjadi kesenian besut dengan dimasukkannya segmen kidungan di sela adegan humor.
seni pertunjukan ludruk tersebut divisualisasikan dalam bentuk 27 karya seni yang terdiri dari 25 karya 2d meliputi seni lukis, grafis, dan fotografi serta dua karya 3d (instalasi).
seluruh karya tersebut dipamerkann oleh 25 mahasiswa jurusan pendidikan seni rupa dan desain grafis universitas negeri surabaya (unesa).
pameran yang digelar di galeri seni house of sampoerna ini merupakan bagian dari surabaya fest untuk merayakan hut kota surabaya ke-720.
"surabaya fest selain di galeri seni, konsep program juga digelar di museum, surabaya heritage track, shop, dan a caf?," jelas ina silas, manager house of sampoerna, rabu (15/5/2013).
"keterlibatan kami dalam surabaya fest ini sebagai bentuk tantangan bagi seni rupa untuk merespon sebuah seni pertunjukan," ujar asysam selaku dosen pembimbing mahasiswa.
"pameran ini sendiri bermisi melihat gejala yang sebenarnya tengah terjadi dalam ludruk," imbuh asysam.
serta menawarkan kepada masyarakat untuk refleksi bahwa tengah ada krisis budaya yang serius.
karya-karya mahasiswa yang ditampilkan ini pun mempertimbangkan sejarah estetika sekaligus keberpihakan etikanya.
secara ideologis, para perupa ini berkarya untuk melawan hegemoni budaya mainstream.
"atau tengah bernegosiasi supaya ludruk tetap berjajar dengan budaya massa di tengah hegemoni teknologi media dan cengkeraman kapitalisme mutakhir," papar asysam.
sebab, ini bukan hal mudah bagi para seniman ludruk untuk mampu bertahan di masa kini.
kualitas karya mahasiswa ini juga tidak bisa dikatakan biasa.
seperti karya andri wijaya yang menampilkan lukisan berjudul kartolo fans club (2013) di atas kanvas ukuran 180x130 cm.
torehan cat akrilik tersebut menyerupai iklan salah satu restoran waralaba dari amerika serikat yang ketika disingkat merupakan kependekan dari kartolo fans club.
ini sesuai kenyataan betapa kartolo memang disukai sebagian besar masyarakat surabaya dan jawa timur yang mengikuti zamannya.
yang menarik lagi adalah karya helmy berjudul tawa yang menangis.
sketsa wajah pemain ludruk di atas lembaran kertas seperti kartolo dan kirun dibuat dari huruf-huruf ketik yang dicetak dari mesin cetak.
bentuk mulut mereka tertarik ke atas atau tertawa, tetapi tampak gelinang air mata pula di sana.
sebuah tawa yang mereka tampilkan, terkadang berbuah air mata bagi mereka sendiri.

Source from: surya[dot]tribunews[dot]com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.