Halaman

Kamis, 13 Juni 2013

Karya Seni Ramah Lingkungan di Galeri House of Sampoerna




Karya Seni Ramah Lingkungan di Galeri House of Sampoerna
Karya Seni Ramah Lingkungan di Galeri House of Sampoerna





surabaya - berkarya seni dengan kepedulian terhadap lingkungan mampu diwujudkan dalam ragam bentuk.
ketiga seniman dari bandung yang tengah menampilkan karya mereka di galeri house of sampoerna (hos), surabaya, selama 14 juni hingga 21 juli 2013 ini merupakan pelakunya.
mereka mengambil bahan limbah yang didaurulang menjadi suatu karya sekaligus bertanggungjawab menjaga lingkungan itu sendiri.
menoreh tinta dalam berseni rupa tidak terbatas di atas kertas kanvas saja.
daluang atau kertas yang terbuat dari kulit kayu pohon mulberry juga dapat dimanfaatkan seperti yang dilakukan edi dolan dan asep nugraha.
edi memilih kulit pohon mulberry karena sifat teksturnya yang bagus untuk ditoreh tinta atau cat.
selama dua tahunan ini edo berkutat memproses kulit pohon hingga menjadi medium berkarya.
salah satu karyanya berupa lembaran kulit pohon berjudul rajah perdamaian (pancasila dan mo limo) bahkan masuk nominasi jakarta art world 2012.
di atas kertas kulit pohon berukuran 200 x 55 cm itu dia membuat tulisan dengan cat akrilik dalam sembilan bahasa, diantaranya sansekerta, arab, jawa, dan bahasanya sendiri.
"saya membuat bahasa saya sendiri, alcedo," ujar lelaki berambut keriting ini, rabu (12/6/2013).
kepanjangan dari arab, latin, china, dan edo.
hurufnya mirip paduan huruf sansekerta dan jawa.
satu huruf selalu berwujud huruf e, inisial nama panggilannya, tergantung bagaimana tebal tipis huruf dibuat.
"itu saya buat ketika ada tantangan dari seorang seniman bali yang tengah kuliah s2 di institut teknologi bandung," ungkapnya.
percuma hanya menuliskan huruf yang sudah dikenal pada kanvas kulit pohonnya jika belum mampu membuat huruf dalam bahasanya sendiri.
proses pembuatan kanvas kulit pohon mulberry ini membutuhkan beberapa langkah.
kulit luar pohon dibuang, sehingga yang digunakan adalah kulit sisi dalamnya.
kulit tersebut dikelupas lalu direbus dan direndam dalam air selama sehari semalam.
"perlu direbus supaya empuk dan lendir pohonnya hilang," kata edo.
setelah itu, kulit dipukul-pukul agar pipih dan dikeringkan.
setelah kering, kulit baru bisa digunakan.
untuk menyelesaikan satu karya sepanjang dua meter, edo membutuhkan waktu empat hingga lima jam.
asep yang juga memakai daluang lebih mengutarakan anjurannya kepada masyarakat untuk hidup sehat.
itu tampak di setiap bentuk karyanya yang sebagian besar berupa mixed media.
"saya tidak memakai kulit pohon penuh seperti edo," ucapnya.
dia memakai papan kayu bekas yang dijual kiloan.
daluang dan padi menjadi pelengkapnya.
daluang ini ditempelkan di beberapa sisi papan kayu.
kemudian dia membentuk sketsa, apakah itu bentuk wajah manusia atau benda, dengan membakarnya.
"bukan dibakar dengan api besar tetapi memakai alat yang saya buat sendiri," tuturnya sambil menunjukkan alat itu.
sebuah batang logam dengan ujung bercabang dua merupakan katoda aliran listrik ac-dc.
ketika ditancapkan pada aliran listrik, kawat yang menyambungkan dua katoda tadi menyala merah mirip api.
dengan api itu dia menyentuhkannya ke permukaan papan kayu dan daluang hingga membentuk sketsa.
api itu juga bisa dipakai pada medium lain seperti kayu jati, bambu, atau tipleks.
kebetulan, istri asep adalah seorang pelaku akupunktur.
sehingga kesehatan sangat dekat dengan dirinya.
bagaimana orang sebaiknya makan secukupnya, memakai tangan, dan menghindari junk food.
untuk menyediakan bahan kanvas kulit pohon mulberry ini, asep menanam sendiri pohon tersebut di pekarangan rumahnya yang berukuran beberapa ratus meter persegi.
dia menanam ratusan pohon yang ketika sudah waktunya akan ditebang.
namun, tidak berhenti di sana.
asep kembali menanam bibit pohon mulberry baru agar tidak merusak alam.
"daluang ini sebagai identitas kertas nusantara yang telah tergeser oleh kertas hasil olahan pabrikan besar," ungkapnya.
asep bersama edo merupakan anggota komunitas lingkungseni lingkungan di desa cijotang, bandung.
selain mereka, hadir pula haris fadhillah yang memakai cangkang telur mentah sebagai mediumnya.
"ide ini muncul ketika istri saya menjatuhkan telur dan cangkangnya terinjak.
dari sana saya mengeksplornya," kisah haris yang sudah lima tahun menggeluti seni cangkang telur ini.
hasilnya, lukisan wajah-wajah perempuan yang sekilas mirip karya mosaik.
cangkang telur yang berwarna cokelat muda itu dibubuhi warna hitam, merah, atau cokelat gelap sebagai alis mata, bola mata, atau latar belakang lukisan.
"amplas digosokkan jika ingin memberi gradasi warna cokelat," katanya.
warna hitam diperoleh dari jelaga ketel, cokelat dari kemiri yang digongsong, dan merah dari bubuk batu bata.

Source from: surya[dot]tribunews[dot]com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.