Halaman

Jumat, 17 Mei 2013

Seduhan Kopi Ijo Ala Mak Waris




Seduhan Kopi Ijo Ala Mak Waris
Seduhan Kopi Ijo Ala Mak Waris





tulungagung - kopi ijo adalah frasa kunci untuk menjelaskan tradisi minum kopi di tulungagung.
silakan coba tanya ke sembarang orang ihwal kopi apa yang unik di kota ini, jawabnya nyaris selalu kopi ijo.
kopi ijo tersedia di banyak warung kopi kelas tepi jalan sampai kedai yang berani menyebut diri sebagai kafe.
kopi ijo memang berwarna kehijau-hijauan jika air kopi dituang di lepek.
ia disukai banyak orang.
lalu, siapa yang bikin dan bagaimana cara bikinnya?"rumah mak waris di sana, depan kantor desa bolorejo ada gang, masuk saja.
pokoknya ada antrean panjang, ya situ," kata seorang petani di tepi perempatan jalan raya arah tulungagung ke trenggalek, selasa (14/5).
warung kopi mak waris di bolorejo, kecamatan kauman, kira-kira 15 menit bermotor dari pusat kota tulungagung.
adapun mak waris adalah sebutan bagi istri almarhum waris, sutijah.
ada 25 meja besar di warung kopi mak waris.
cara seduh di warung kopi ini hanya satu cara: kopi tubruk.
jadi, kopi dan gula atau susu dimasukkan gelas atau cangkir, lalu ditubruk air panas.
segelas rp 1.
500, secangkir rp 1.
000.
mereka tak kenal cara seduh atau cara saji kopi yang sebetulnya bisa sampai 10 cara, mulai pakai vietnam drip, syphon, moka pot sampai mesin espresso.
"tiap hari habis 20 kg.
itu termasuk kopi bubuk yang dibeli orang-orang," kata haryanto, satu dari 10 anak waris-sutijah.
haryanto berkisah, orang tuanya mulai buka usaha warung kopi sejak 1978.
"itu setelah ada banjir bandang tahun 1976," kata haryanto, satu dari 10 anak waris-sutijah.
pasangan waris-sutijah mencoba bangkit dari masa paceklik itu.
mereka membuka warung kopi yang cita rasanya unik.
tetapi kopi ijo tidak ditemukan dalam semalam.
mereka menemukan cara yang tepat setelah mencoba menyangrai kopi berkali-kali.
"sebenarnya ini kopi murni, tanpa bumbu atau tambahan apapun," kata haryanto.
ia mengaku tidak tahu ketika ditanya jenis kopi robusta atau arabica yang dipakainya.
haryanto lantas mengajak ke ruang penyimpanan kopinya.
ada belasan karung biji kopi kering di sana.
aromanya robusta, bukan arabica.
di ruang yang sama, mak waris sedang menimbang bubuk kopi lalu mengemasnya dalam plastik 1/2 kg seharga rp 25.
000 dan 1 kg dibanderol rp 50.
000.
ada juga dalam kemasan sekitar 6 ons yang dijual rp 5.
000 per bungkus.
"biji kopi ini belinya di tulungagung sini saja, sebutannya brr 1.
mungkin asalnya dari malang atau mana, saya kurang tahu," kata haryanto.
mak waris menyahut, kopi ijo beda dengan kopi lain bukan karena ditambahi zat pewarna atau bahan apapun.
"bedanya hanya di cara sangrainya, pakai wajan tanah liat, pemanasnya pakai kayu bakar yang kering.
harus telaten, jangan sampai api terlalu besar atau terlalu kecil," kata mak waris dalam bahasa jawa.
kopi yang sudah disangrai itu lantas digiling memakai mesin, tidak ditumbuk secara tradisional pakai alu dan lesung.
sambil terus menimbang kopi bubuknya, mak waris bercerita, pelanggannya sering beli kopi bubuk untuk dijual lagi di bali, kalimantan, bahkan malaysia.
haryanto menambahkan, siapapun boleh menjual lagi kopi mak waris meski diberi label berbeda.
berkat usaha warung kopi yang laris itu, mak waris pun sudah naik haji sekali.
ia hidup berkecukupan.
karyawannya 15 orang.
ada 4 orang yang khusus menyangrai, 2 orang khusus menggiling.
sisanya di bagian penjualan, mulai penyeduh, cuci piring sampai pelayan.

Source from: surya[dot]tribunews[dot]com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.