Halaman

Kamis, 11 April 2013

Harus Ada Solusi Menyeluruh








mojokerto -  fenomena sosial yang terjadi di kota-kota pinggiran termasuk kediri dan mojokerto ini merupakan indikasi masyarakat impersonal.
jenis masyarakat ini biasa terjadi di kota besar, yaitu antara warga satu dengan lainnya sudah acuh atau tidak saling peduli.
padahal, saling peduli merupakan benteng efektif untuk mencegah penyimpangan sosial.
dari analisa saya, praktik prostitusi terselubung di kediri dan mojokerto yang berkedok gadis pemandu lagu (purel) ini menjadi implikasi kota metropolitan sedang yang permasalahan sosialnya semakin kompleks.
prostitusi di kota-kota pinggiran ini menandakan persebaran penyimpangan sosial yang semakin massif di luar kota besar seperti surabaya.
bisa jadi praktik prostitusi ini berpindah dari kota besar ke kota pinggiran.
atau yang terparah adalah prostitusi semakin meluas dan menyebar.
fenomena ini juga menunjukkan, laki-laki penikmat dunia ini memilih wanita penghibur yang tidak terkenal.
mereka semakin tahu kalau wanita penghibur semakin terkenal , risiko medisnya (penyakit kelamin) semakin tinggi.
karena itu mereka memilih perempuan penghibur yang tidak begitu terkenal yang ada di daerah-daerah.
mungkin juga perempuan penghibur di sana tidak neko-neko, lebih sopan, tidak terlalu mahal dan masih polos.
wajah relatif, karena yang penting pelayanan.
di skala global, kondisi ini sama halnya dengan yang terjadi di thailand.
beberapa tahun lalu layanan prostitusi di negeri gajah putih itu sangat terkenal.
hampir semua jenis pemuas syahwat disajikan bebas di sana.
seiring perkembangan, wisatawan mulai berpikir ulang.
mereka khawatir, ketenaran kawasan ini juga mengancam kesehatan mereka.
nah akhirnya para turis ini mengalihkan perhatian ke negara-negara sekitar thailand, satu di antaranya indonesia.
fenomena kediri dan mojokerto adalah contoh skala regional saja.
untuk menangani penyimpangan sosial ini, diperlukan pendekatan yang regional pula.
bukan solusi tiap kota, melainkan kebijakan pemerintah di tingkat yang lebih tinggi, semisal provinsi.
yang terjadi saat ini kan lebih banyak tiap kota menertibkan praktik prostitusi dan memulangkan wanita penghibur ke daerah asalnya.
tidak peduli setelah pulang dia mau ngapain di daerah asal.
cara penanganan semacam itu layaknya teori balon.
kita menekan satu sisi, di sisi lain membesar.
kita sama sekali tidak mengurangi isi udara di dalam balon.
hanya memindahkan untuk sementara.
otonomi daerah menjadi faktor yang membuat penanganan prostitusi menjadi tidak efektif.
orientasinya yang penting daerah saya tidak ada prostitusi.
entah wanita penghiburnya mau pindah ke daerah lain itu terserah.
yang penting tidak di daerah saya.
harusnya ada solusi yang menyeluruh.
kita ambil contoh, kalau pemkot surabaya memulangkan wanita penghibur ke daerah asal, harus koordinasi dengan pemerintah daerah itu.
artinya, ada lintas daerah yang bekerja sama sehingga para mantan wanita penghibur ini benar-benar mentas.
lebih dari itu jangan memperlakukan para pekerja seks (psk) termasuk psk terselubung ini sebagai tersangka dan terdakwa.
pendekatan yang tepat adalah memandang mereka sebagai korban.
kalau korban ya harus ditolong.
jangan ditangkap terus disidang, didenda sampai dikurung.
ini tidak akan efektif.

Source from: surya[dot]tribunews[dot]com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.